CANDI
PENATIH
Tim
Balai Arkeologi Denpasar telah mengadakan 2 kali penelitian di Situs Penatih yang berlokasi di Jl. Trengguli gang IVD Denpasar. Berdasarkan
pengamatan terhadap keseluruhan struktur batu padas yang sudah tergali, dapat
diketahui bahwa dasar candi dimulai dengan penempatan batu kali dan pasir dan
kemudian dipasangkan batu padas secara tegak lurus yang berfungsi sebagai lapik
(pitha) candi, di atas lapik candi ini dipasangkan profil bingkai sisi genta
ganda (Pidha cala) dan di atasnya terlihat adanya bingkai mistar. Struktur
bangunan mempergunakan teknik gosok untuk merekatkan bahan yang satu dengan
yang lainnya. Untuk memperkuat struktur agar tidak mengalami pergeseran dibuatkan
system kunci yang berupa cekungan sedalam 0,5 – 1 cm pada permukaan 2 batu di bawahnya
untuk ditutup oleh sebuah batu di atasnya. Pada sisi barat struktur bangunan
memiliki tanah yang sangat keras dan padat, ujung batu padas tidak rata,
sehingga dapat diduga merupakan bagian tengah dari sebuah bangunan yang
berdenah segi empat.
Dalam
penelitian tahap ke-2 yang baru saja berakhir pada 30 April yang lalu, berhasil
menemukan struktur batu padas yang diduga kuat sebagai struktur tangga masuk
dari sisi timur (foto kiri). Struktur tangga ini terlihat sudah banyak yang terganggu,
terutama sekali bagian yang sebelah utara batuannya sudah tidak ada lagi,
sehingga belum dapat diketahui lebar tangga yang utara-selatan, sedangkan yang
menjorok keluar dari lapik candi sekitar 20 cm. Struktur tangga ini dibuat
dengan susunan batu padas yang ukurannya lebih kecil dan dalam bentuk yang
pipih dengan ukuran yang beragam. Hal ini mungkin disesuaikan dengan kebutuhan
dalam pembuatan undak-undaknya, serta mungkin pula dikarenakan struktur tangga
masuk ini memiliki ruang kosong di atasnya, sehingga tidak menerima beban yang
berat dari konstruksi yang ada di atasnya.
Perlu
diketahui bahwa bagian atas dari batu padas yang dijadikan tangga dihaluskan
sedalam 20 cm, sedangkan bagian bawahnya masih kasar tanpa pengerjaan. Dari
keadaan ini dapat diduga bahwa permukaan halaman candi pada masa lampau sekitar
20 cm dari permukaan tangga tersebut, sehingga ada perbedaan sekitar 150 cm
dengan permukaan tanah sekarang. Artinya wilayah sekitar candi penatih sudah
mengalami pengendapan setinggi 150 cm.
Dari
tangga masuk ini terlihat struktur sepanjang hampir 21 meter ke arah selatan,
jika tangga ini posisinya di tengah-tengah maka seharusnya masih ada lagi
struktur sepanjang hampir 21 meter ke arah utara. Dengan demikian dapat
dibayangkan berapa besar bangunan candi ini pada masa lampau.
Selain
melakukan ekskavasi, dalam penelitian kali ini, tim Balai Arkeologi Denpasar
juga melakukan survey. Survey dilakukan di beberapa pura dan di daerah aliran Sungai
Bugbug dimana di sekitar sungai tersebut terdapat sumber batu padas yang pernah
dieksploitasi sebelumnya. Survey juga dilakukan di Pura Penataran Agung dimana
terdapat komponen-komponen bangunan yang berupa menara sudut dan kemuncak
bangunan (foto kiri) yang ditemukan di pura ini juga mengindikasikan bahwa dahulunya
diloksi ini pernah ada bangunan candi yang dibuat dengan material batu padas.
Tinggalan-tinggalan
arkeologi yang sangat menarik juga ditemukan di Pura Dangka ini yaitu beberapa
buah lingga-yoni, arca Dewa Ganesa, Arca Dewi Durgha, Kepala Kala, Arca Nandi
serta beberapa komponen bangunan.
Hasil
penelitian terhadap beberapa candi di Jawa telah berhasil diketahui bahwa di dalam sebuah bangunan candi biasanya arca-arca
dewa memiliki kedudukannya yang permanen, disesuaikan dengan fungsinya sebagai
penjaga penjuru mata angin untuk menjaga keselamatan dunia. Dalam Pantheon
agama Hindu, Dewa utama/tertinggi adalah Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa,
sehingga dewa-dewa utama biasanya menduduki ruang utama (main chamber) dari pada sebuah candi.
Namun
untuk candi-candi Hindu di Indonesia, telah ditemukan penempatan arca-arca di dalam
sebuah candi dengan komposisi terbanyak adalah Durga-Ganesa-Agastya sebagai
dewa pendamping dengan ruang utamanya ditempati oleh Dewa Siwa atau perlambang
Dewa Siwa lainnya. Komposisi Durga-Ganesa-Agastya ini dapat kita lihat pada
Candi Gedong Sanga III, Candi Gedong Sanga Bubrah, Candi Selagriya, Candi
Umbul, Candi Sambisari, Candi Roro Jongrang dan Candi
Singasari (Edi Sedyawati, 1994).
Formula
inilah yang menyebabkan adanya dugaan apabila dahulu di lokasi pura Dangka ini
ada bangunan candi, maka ruang utamanya ditempati oleh Dewa Siwa dalam wujud
simbul Lingga-Yoni dan arca Dewa Ganesa serta Dewi Durgha berfungsi sebagai
dewa pendamping yang ditempatkan sebagai penjaga mata angin. Yang dikuatkan
juga dengan adanya Kepala Kala yang biasanya menempati ambang atas pintu masuk
candi, sedangkan Arca Nandi pada umumnya ditempatkan pada tangga candi.
Arca Dewi durgha di Pura Dangka
Lingga- Yoni di Pura Dangka